Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Hindu– Buddha di Indonesia
Agama dan kebudayaan Hindu–Buddha lahir dan berkembang di India. Agama dan kebudayaan Hindu–Buddha mewarnai kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan politik masyarakat India. Agama dan kebudayaan Hindu di India mencapai puncak kejayaan semasa pemerintahan Candragupta dari Dinasti Maurya. Agama Buddha mencapai puncak kejayaannya semasa pemerintahan Raja Ashoka. Dari India, agama dan kebudayaan Hindu–Buddha kemudian berkembang ke Asia Selatan, Asia Timur dan Asia Tenggara termasuk juga ke Indonesia.
Nah, bagaimana masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu–Buddha di Indonesia? Untuk memahami masuk dan perkembangan agama dan kebudayaan Hindu–Buddha ke Indonesia, ikutilah uraian materi berikut di bawah ini. Sebagai bahan pengayaan cermati jelajah dan info serta kerjakan tugas-tugas yang ada termasuk latihan dan uji kompetensi sebagai wujud aktivitas dan kreativitas siswa dalam proses belajar mengajar
Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Hindu– Buddha di Indonesia
Sejak zaman prasejarah penduduk Indonesia dikenal sebagai pelaut ulung yang sanggup mengarungi lautan lepas. Pada permulaan pertama tarikh Masehi, telah terjalin hubungan dagang antara Indonesia dengan India. Hubungan ini kemudian juga berkembang ke hubungan agama dan budaya. Hal ini disebabkan para pedagang dari India tidak hanya membawa barang dagangannya, tetapi juga membawa agama dan kebudayaan mereka sehingga menimbulkan perubahan kehidupan dalam masyarakat Indonesia, yakni sebagai berikut.
- Semula hanya mengenal kepercayaan animisme dan dinamisme, kemudian mengenal dan menganut agama Hindu–Buddha.
- Semula belum mengenal aksara/tulisan, menjadi mengenal aksara/tulisan dan Indonesia memasuki zaman Sejarah.
1. Hubungan Dagang Indonesia dengan India dan Cina
Pada awal abad tarikh Masehi, negeri Kepulauan Nusantara telah menjalin hubungan dengan bangsa-bangsa di Asia. Bentuk hubungan dagang yang berlangsung pada saat itu bermula dari kegiatan perdagangan dan pelayaran. Sebagai akibat dari hubungan perdagangan dan pelayaran, timbullah pertemuan kebudayaan yang
melahirkan kebudayaan baru bagi masyarakat Nusantara. Proses percampuran antara dua atau lebih kebudayaan yang saling bertemu dan mempengaruhi itu disebut akulturasi kebudayaan. Adanya hubungan dagang pada awal abad tarikh Masehi, didasarkan adanya sumber-sumber baik ekstern maupun intern.
melahirkan kebudayaan baru bagi masyarakat Nusantara. Proses percampuran antara dua atau lebih kebudayaan yang saling bertemu dan mempengaruhi itu disebut akulturasi kebudayaan. Adanya hubungan dagang pada awal abad tarikh Masehi, didasarkan adanya sumber-sumber baik ekstern maupun intern.
a. Sumber Ekstern
- Sumber dari India
Menurut Van Leur dan Wolters, kegiatan hubungan dagang Indonesia dengan bangsa-bangsa Asia pertama kali dilakukan dengan India, kemudian Cina. Bukti adanya hubungan dagang tersebut dapat diketahui datri
kitab Jataka dan kitab Ramayana. Kitab Jataka menyebut nama warnabhumi sebuah negeri emas yang dapat dicapai setelah melalui perjalanan yang penuh bahaya. Swarnabhumi yang dimaksud ialah Pulau Sumatra. Kitab Ramayana menyebut nama Yawadwipa dan Swarnadwipa. Menurut para ahli, Yawadwipa (pulau padi) diduga sebutan untuk Pulau Jawa, sedangkan Swarnadwipa (pulau emas dan perak) adalah Pulau Sumatra.
Nah, kapan terjadi hubungan dagang antara India dengan Indonesia secara aktif? Kitab Jataka dan kitab Ramayana tidak menyebut secara jelas terjadinya hubungan dagang dengan tempat-tempat di Indonesia.
Salah satu kitab sastra India yang dapat dipercaya adalah kitab Mahaniddesa yang memberi petunjuk bahwa masyarakat India telah mengenal beberapa tempat di Indonesia pada abad ke-3 Masehi. Dalam kitab Geographike yang ditulis pada abad ke-2 juga disebutkan telah ada hubungan dagang antara India dan Indonesia. Dari kedua keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara intensif terjadinya hubungan
dagang antara Indonesia dan India mulai abad-abad tersebut (abad ke 2-3 Masehi).
kitab Jataka dan kitab Ramayana. Kitab Jataka menyebut nama warnabhumi sebuah negeri emas yang dapat dicapai setelah melalui perjalanan yang penuh bahaya. Swarnabhumi yang dimaksud ialah Pulau Sumatra. Kitab Ramayana menyebut nama Yawadwipa dan Swarnadwipa. Menurut para ahli, Yawadwipa (pulau padi) diduga sebutan untuk Pulau Jawa, sedangkan Swarnadwipa (pulau emas dan perak) adalah Pulau Sumatra.
Nah, kapan terjadi hubungan dagang antara India dengan Indonesia secara aktif? Kitab Jataka dan kitab Ramayana tidak menyebut secara jelas terjadinya hubungan dagang dengan tempat-tempat di Indonesia.
Salah satu kitab sastra India yang dapat dipercaya adalah kitab Mahaniddesa yang memberi petunjuk bahwa masyarakat India telah mengenal beberapa tempat di Indonesia pada abad ke-3 Masehi. Dalam kitab Geographike yang ditulis pada abad ke-2 juga disebutkan telah ada hubungan dagang antara India dan Indonesia. Dari kedua keterangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara intensif terjadinya hubungan
dagang antara Indonesia dan India mulai abad-abad tersebut (abad ke 2-3 Masehi).
- Sumber dari Cina
Kontak hubungan Indonesia dengan Cina diperkirakan telah berkembang pada abad ke-5. Bukti-bukti yang memperkuat hubungan itu di antaranya adalah perjalanan seorang pendeta Buddha, Fa Hien. Pada sekitar tahun 413 M, Fa Hien melakukan perjalanan dari India ke Ye-po-ti (Tarumanegara) dan kembali ke Cina melalui jalur laut. Selanjutnya, Kaisar Cina, Wen Ti mengirim utusan ke She-po ( Pulau Jawa). Berdasarkan bukti-bukti tersebut dapat disimpulkan bahwa pada abad ke-5 telah dilakukan hubungan perdagangan dan pelayaran secara langsung antara Indonesia dan Cina. Barang-barang yang diperdagangkan dari Cina berupa sutra, kertas, kulit binatang berbulu, kulit manis, dan barang-barang porselin. Barangbarang dagangan dari India berupa ukiran, gading, perhiasan, kain tenun, gelas, permata, dan wol halus yang ditukar dengan komoditas dari Indonesia seperti rempah-rempah, emas, dan perak.
- Sumber dari Yunani
Keterangan lain tentang adanya hubungan dagang antara Indonesia dengan India, dan Cina dapat diketahui dari Claudius Ptolomeus, seorang ahli ilmu bumi Yunani. Dalam kitabnya yang berjudul Geographike yang ditulis pada abad ke-2, Ptolomeus menyebutkan nama Iabadio yang artinya pulau jelai. Mungkin kata itu ucapan Yunani untuk menyebut Yawadwipa, yang artinya juga pulau jelai. Dengan demikian, seperti yang disebutkan dalam kitab Ramayana bahwa Yawadwipa yang dimaksud ialah Pulau Jawa.
b. Sumber Intern
Adanya sumber-sumber dari luar, seperti dari India, Cina dan Yunani, diperkuat adanya sumber-sumber yang ada di Indonesia sendiri. Sumbersumber sejarah di dalam negeri yang memperkuat adanya hubungan dagang antara Indonesia dengan India dan Cina, antara lain sebagai berikut.
- Prasasti
Prasasti-prasasti tertua di Indonesia yang menunjukkan hubungan Indonesia dengan India, misalnya Prasasti Mulawarman di Kalimantan Timur yang berbentuk yupa. Demikian juga prasasti-prasasti Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Semua prasasti ditulis dalam bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa.
- Kitab-Kitab Kuno
Kitab-kitab kuno yang ada di Indonesia biasanya ditulis pada daun lontar yang ditulis dengan menggunakan bahasa dan tulisan Jawa Kuno yang juga mwerupakan pengaruh dari bahasa Sanskerta dan tulisan Pallawa. Kemampuan membaca dan menulis ini diperoleh dari pengaruh Hindu dan Buddha.
- Bangunan-Bangunan Kuno
Bangunan kuno yang bercorak Hindu ataupun Buddha terdiri atas candi, stupa, relief, dan arca. Banyak peninggalan bangunan-bangunan kuno yang bercorak Hindu atau Buddha di Indonesia. Demikian juga benda-benda peninggalan dinasti-dinasti Cina. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara Indonesia, India, dan Cina.
Hubungan dagang Indonesia dengan India dan Cina telah menempatkan Indonesia di kancah perdagangan dan pelayaran masa Kuno. Namun, pengaruh kebudayaan India dan Cina terhadap perkembangan sejarah Indonesia amat berbeda. Hal itu disebabkan dalam perkembangan selanjutnya, para pedagang India di samping berdagang, mereka juga menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu–Buddha. Para brahmana atau pendeta dengan ikut para pedagang berlayar, mereka singgah di daerah-daerah untuk menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu dan Buddha. Dengan demikian, hubungan dagang dengan India telah memunculkan perubahan besar dalam tatanan kehidupan bangsa Indonesia, baik di bidang sosial, budaya, maupun politik sebagai dampak dari persebaran agama dan kebudayaan Hindu– Buddha. Terbukti di Indonesia muncullah
kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu dan Buddha yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, seperti Kalimantan, Jawa, Sumatra, dan Bali.
2. Pembawa Pengaruh Agama dan Kebudayaan Hindu Buddha
Bagaimana proses masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu–Buddha ke Indonesia? Siapa yang membawa agama dan kebudayaan Hindu–Buddha ke Indonesia? Hal itu menimbulkan berbagai macam interpretasi karena tidak ada bukti yang konkrit. Ada beberapa hipotesis tentang masuknya agama dan budaya Hindu–Buddha ke Indonesia, antara lain sebagai berikut.
a. Hipotesis Waisya
Hipotesis waisya mengungkapkan bahwa masuknya agama dan kebudayaan Hindu dibawa oleh golongan pedagang (waisya). Mereka mengikuti angin musim (setengah tahun berganti arah) dan enam bulan menetap di Indonesia dan menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu. Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang umumnya merupakan kelompok pedagang inilah yang berperan besar dalam menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu ke Nusantara. Mereka yang menjadikan munculnya budaya Hindu sehingga dapat diterima di kalangan masyarakat.. Pada saat itu, para pedagang banyak berhubungan
dengan para penguasa dan rakyat. Jalinan hubungan itu yang membuka peluang terjadinya proses penyebaran agama dan budaya Hindu. Salah satu tokoh pendukung hipotesis waisya adalah N.J. Krom.
b. Hipotesis Kesatria
Hipotesis kesatria mengungkapkan bahwa pembawa agama dan kebudayaan Hindu masuk ke Nusantara adalah kaum kesatria. Menurut hipotesis ini, pada masa lampau di India terjadi peperangan antarkerajaan.
Para prajurit yang kalah perang, kemudian mengadakan migrasi ke daerah lain. Tampaknya, di antara mereka ada yang sampai ke Indonesia dan mendirikan koloni-koloni melalui penaklukan. Mereka menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia. Salah seorang pendukung hipotesis kesatria adalah C.C. Berg.
c. Hipotesis Brahmana
Hipotesis brahmana mengungkapkan bahwa pembawa agama dan kebudayaan Hindu ke Indonesia ialah golongan brahmana. Para brahmana datang ke Nusantara diundang oleh penguasa Nusantara untuk menobatkan menjadi raja dengan upacara Hindu (abhiseka = penobatan). Selain itu, kaum brahmana juga memimpin upacara-upacara keagamaan dan mengajarkan ilmu pengetahuan. Pendukung hipotesis ini adalah J.C. van Leur.
d. Hipotesis Nasional
Hipotesis nasional mengungkapkan bahwa penduduk Indonesia banyak yang aktif berdagang ke India, pulangnya membawa agama dan kebudayaan Hindu. Sebaliknya, orang-orang Indonesia (raja) mengundang para brahmana dari India untuk menyebarkan agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia. Jadi, bangsa Indonesia sendiri yang aktif memadukan unsurunsur kebudayaan India. Banyak pemuda Indonesia yang belajar agama Hindu–Buddha ke India dan setelah memperoleh ilmu, mereka kembali untuk menyebarkan agama di Tanah Air.
Terlepas dari hipotesis tersebut , orang-orang Indonesia ikut memegang peranan penting dalam masuknya agama dan budaya India. Orang-orang Indonesia yang memiliki pengetahuan dari pada pendeta India kemudian pergi ke tempat asal guru mereka untuk melakukan ziarah dan menambah ilmu mereka. Sekembalinya dari India dengan bekal pengetahuan yang cukup, mereka ikut serta menyebarkan agama dan budaya dengan memakai bahasa mereka sendiri. Ajaran-ajaran yang mereka sebarkan dapat lebih
cepat diterima oleh penduduk. Jadi, proses masuknya budaya India ke Indonesia menjadi lebih cepat dan mudah.
cepat diterima oleh penduduk. Jadi, proses masuknya budaya India ke Indonesia menjadi lebih cepat dan mudah.
3. Peta Jalur Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kepercayaan Hindu Buddha
Pada sekitar abad ke-2 sampai dengan 5 Masehi, diperkirakan telah masuk agama dan kebudayaan Buddha ke Indonesia. Kemudian disusul pengaruh Hindu ke Indonesia pada abad ke-5 Masehi. Agama dan budaya Hindu-Buddha dibawa ke Indonesia oleh para pedagang dan pendeta dari India atau Cina, masuk ke Indonesia mengikuti dua jalur.
- Melalui Jalur Laut
Para penyebar agama dan budaya Hindu –Buddha yang menggunakan jalur laut datang ke Indonesia mengikuti rombongan kapal-kapal para dagang yang biasa beraktivitas pada jalur India–Cina. Rute perjalanan para penyebar agama dan budaya Hindu Buddha, yaitu dari India menuju Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya, kemudian ke Nusantara. Sementara itu, dari Semenanjung Malaya ada yang terus ke Kamboja, Vietnam, Cina, Korea, dan Jepang. Di antara mereka ada yang langsung dari India menuju Indonesia dengan memanfaatkan bertiupnya angin muson barat.
- Melalui Jalur Darat
Para penyebar agama dan budaya Hindu –Buddha yang menggunakan jalur darat mengikuti para pedagang melalui Jalan Sutra, dari India ke Tibet terus ke utara sampai dengan Cina, Korea, dan Jepang. Ada juga yang melakukan perjalanan dari India utara menuju Bangladesh, Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya kemudian berlayar menuju Indonesia
Demikian Penjelasan Tentang Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Hindu– Buddha di Indonesia Semoga Bermanfaat .
Daftar Pustaka:
- Ari Listiyani, Dwi. 2009. Sejarah untuk kelas X. Jakarta. Erlangga. J.Sumardianta. 2007. Sejarah untuk SMA/MA kelas X. Jakarta. Erlangga
Post a Comment for "Proses Masuk dan Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Hindu– Buddha di Indonesia"