Kerajaan Kediri Meliputi Awal Masa Kerajaan Kediri, Raja Raja Kerajaan Kediri dan Peningalan - Pelinggalanya Seacara Lengkap
Kerajaan Kediri merupakan salah satu dari beberapa
kerajaan besar dan berpengaruh di nusantara. Kerajaan Kediri atau juga
sering disebut Kerajaan Kadiri hadir di nusantara pada tahun 1045 M
sampai tahun 1222 M. Selama 177 tahun kekuasaannya, Kerajaan Kediri banyak memberikan
warna peradaban di nusantara yang kemudian bernama Indonesia ini. Pada
masa keemasannya, Kerajaan Kediri memiliki wilayah kekuasaan yang cukup
luas.
Pada masa pemerintahan Sri Jayabhaya, Kerajaan ini meliputi seluruh
Jawa dan beberapa pulau di Nusantara, bahkan sampai mengalahkan pengaruh
Kerajaan Sriwijaya di Sumatera.
Hal ini diperkuat kronik Cina berjudul Ling wai tai ta karya Chou
Ku-fei tahun 1178, bahwa pada masa itu negeri paling kaya selain Cina
secara berurutan adalah Arab, Jawa, dan Sumatera. Saat itu yang berkuasa
di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa ada Kerajaan Kediri, sedangkan
Sumatera dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
Awal Masa Kerajaan Kediri
Awal-awal masa Kerajaan Panjalu atau Kadiri tidak banyak diketahui.
Tidak banyak cerita yang tersurat pada masa itu, hanya dari Prasasti
Turun Hyang II (1044 M) yang diterbitkan kerajaan Janggala hanya
menyebutkan adanya perang saudara antara dua kerajaan sepeninggal raja
Airlangga.
Airlangga merupakan raja Medang Kamulan yang memindahkan pusat
pemerintahannya ke Kahuripan. Pada tahun 1041, Airlangga membagi
kerajaannya menjadi dua kerajaan, yakni kerajaan Jenggala (Kahuripan)
dan Panjalu (Kediri). Kedua kerajaan ini dipisahkan oleh Gunung Kawi dan
sungai Brantas.
Pembagian dua kerajaan ini dikisahkan dalam prasasti Mahasukbya,
serat Calon Arang, dan kitab Negarakertagama. Kerajaan Jenggala meliputi
daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan pelabuhannya Surabaya,
Rembang, dan Pasuruhan dan ibukotanya Kahuripan. Sementara Panjalu yang
kemudian dikenal dengan nama Kediri meliputi Kediri, Madiun, dan ibu
kotanya Daha. Dari catatan beberapa prasasti-prasasti yang ditemukan
masing-masing kerajaan saling merasa berhak atas seluruh tahta Airlangga
sehingga terjadilah peperangan.
Selama 60 tahun peperangan antara Panjalu dan Jenggala terus terjadi,
hingga munculnya nama Raja Bameswara (1116-1135) dari Kediri. Pada masa
Raja Bameswara inilah ibukota Panjalu dipindahkan dari Daha ke Kediri,
sehingga Panjalu lebih dikenal dengan nama Kediri.
Pada awal perang saudara antara Jenggala dan Panjalu, dimenangkan
oleh Jenggala, namun pada perkembangannya Panjalu atau Kedirilah yang
bisa menguasai seluruh tahta Airlangga.
Sejarah Kerajaan Panjalu mulai diketahui dengan adanya prasasti Sirah
Keting tahun 1104 atas nama Sri Jayawarsa. Raja-raja sebelum Sri
Jayawarsa tidak diketahui, sedangkan urutan raja-raja sesudah Sri
Jayawarsa dapat diketahui dengan jelas berdasarkan prasasti-prasasti
yang ditemukan.
Kerajaan Panjalu di bawah pemerintahan Sri Jayabhaya berhasil
menaklukkan Kerajaan Janggala dengan semboyannya yang terkenal dalam
prasasti Ngantang (1135), yaitu Panjalu Jayati, atau Panjalu Menang.
Baca Juga: Perlawanan Daerah di Nusantara Terhadap Kolonial Belanda
a. Kehidupan politik
Empu Tan Akung menulis kitab Wartasancaya dan Lubdaka, sedangkan Empu Dharmaja menulis kitab Smaradahana. Di dalam kiitab Smaradahana ini Kameswara dipuji-puji sebagai titisan Kamajaya, permaisurinya ialah Sri Kirana atau putri Candrakirana. Raja Kediri yang terakhir ialah Kertajaya yang pada tahun 1222 kekuasaannya dihancurkan oleh Ken Arok sehingga berakhirlah Kerajaan Kediri dan muncul Kerajaan Singasari.
b. Kehidupan Sosial Ekonomi
c. Kehidupan Kebudayaan, Khususnya Sastra
- Pada masa Dharmawangsa berhasil disadur kitab Mahabarata ke dalam bahasa Jawa Kuno yang disebut kitab Wirataparwa. Selain itu juga disusun kitab hukum yang bernama Siwasasana.
- Di zaman Airlangga disusun kitab Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa.
- Masa Jayabaya berhasil digubah kitab Bharatayudha oleh Empu Sedah dan Empu Panuluh. Di samping itu, Empu Panuluh juga menulis kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya.
- Masa Kameswara berhasil ditulis kitab Smaradhahana oleh Empu Dharmaja. Kitab Lubdaka dan Wertasancaya oleh Empu Tan Akung.
d.Raja Raja Kerajaan Kediri
Berikut ini adalah daftar nama dari raja raja yang pernah memerintah di Daha, ibu kota dari Kediri.
- Airlangga [Daha Masih Ibu Kota Utuh]
Pendiri
dari Kota Daha yang merupakan pindahan Kota Kahuripan dan saat turun
tahta tahun 1042, kerajaan dibagi menjadi 2 dan Daha menjadi ibu kota
Kerajaan wilayah Barat yakni Panjalu. Menurut Nagarakretagama, kerajaan
yang dipimpin Airlangga sebelum dibagi menjadi dua memiliki nama
Panjalu.
- Sri Samarawijaya [Daha Menjadi Ibu Kota Panjalu]
Sri Samarawijaya adalah salah satu putra Airlangga yang namanya ditemukan pada Prasasti Pamwatan tahun 1042.
- Sri Jayawarsa
Berdasarkan
Prasasti Sirah Keting tahun 1104, namun tidak diketahui apa merupakan
pengganti Sri Samarawijaya atau tidak. Dalam masa pemerintahannya,
Jayawarsa memberikan hadiah untuk rakyat desa sebagai wujud penghargaan
sebab rakyat sudah berjasa pada raja. Dalam prasasti tersebut terlihat
jika Raja Jayawarsa memiliki perhatian besar pada rakyat dan ingin
membuat rakyatnya sejahtera.
- Sri Bameswara
Berdasarkan
Prasasti Padelegan I tahun 1117, Prasasti Panumbangan tahun 1120 dan
juga Prasasti Tangkilan tahun 1130. Prasasti tersebut lebih membahas
tentang masalah seputar keagamaan.
- Sri Jayabhaya
Raja
terbesar Kerajaan Panjalu dari prasasti Ngantang tahun 1135, Prasasti
Talan tahun 1136 serta Kakawin Bharatayuddha tahun 1157. Kerajaan Kediri
mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Prabu Jayabhaya dan
strateginya untuk membuat masyarakat makmur memang mengagumkan. Kerajaan
yang beribu kota di Dahono Puro, di bawah kaki Gunung Kelud tersebut
memiliki tanah yang subur sehingga berbagai tanaman bisa tumbuh dengan
baik. Hasil pertanian serta perkebunan sangat berlimpah dan dibagian
tengah kota membelah aliran Sungai Brantas yang sangat jernih dan
menjadi tempat hidup banyak jenis ikan, sehingga makanan sumber protein
bisa tercukupi. Dukungan spiritual dan juga material yang diberikan
Prabu Jayabhaya juga banyak serta sifat merakyat dan tujuan yang jauh ke
depan membuat Prabu Jayabhaya dikenal sepanjang masa.
- Sri Aryeswara
Berdasarkan
Prasasti Angin tahun 1171. Sri Aryeswara adalah raja Kediri yang
mempinpin pemerintahan sekitar tahun 1171 dan nama gelar abhiseknya
adalah Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.
Namun, tidak diketahui dengan pasti waktu Sri Aryeswara naik tahta dan
peninggalan sejarahnya yakni prasasti Angin tanggal 23 Maret 1171.
Lambang Kerajaan Kediri pada masa tersebut adalah Ganesha dan Sri
Aryeswara juga tidak diketahui kapan masa pemerintahannya
berakhir.
- Sri Ganda
Berdasarjan
Prasasti Jaring tahun 1181. Pemakaian nama hewan pada pangkat seperti
nama gajah, tikus dan kerbau dimana nama-nama itu memperlihatkan tinggi
atau rendahnya pangkat orang dalam istana.
- Sri Sarwaswera
Bisa
dilihat dari prasasti Padelegan II tahun 1159 serta Prasasti Kahyunan
tahun 1161. Sri Sarwswera merupakan raja yang taat dalam beragama serta
berbudaya dan memegang teguh prinsip “tat wam asi”, yang berarti
“dikaulah itu, dikaulah (semua) itu, semua makhluk adalah engkau”. Prabu
Sri Sarwaswera berpendapat jika tujuan hidup akhir manusia merupakan
moksa yakni pemanunggalan jiwatma dengan paramatma dan jalan kebenaran
merupakan suatu jalan untuk kesatuan sehingga yang menghalangi kesatuan
adalah hal tidak baik.
- Sri Kameswara
Berdasarkan
Prasasti Ceker tahun 1182 serta Kakawin Smaradahana. Pada masa
pemerintahannya dari tahun 1182 sampai dengan 1185 Masehi, terjadi
perkembangan pesat dalam sastra seperti Mpu Dharmaja yang membuat Kitab
Smaradhana dan juga dikenal dengan beberapa cerita Panji seperti cerita
Panji Semirang.
- Sri Kertajaya
Berdasarkan
Prasasti Galunggung tahun 1194, Prasasti Kamulan tahun 1194, Prasasti
Palah tahun 1197, Prasasti Wates Kulon tahun 1205, Negarakretagama serta
Pararaton. Raja Kertajaya dikenal dengan nama Dandang Gendis dan pada
masa pemerintahannya, Kerajaan mulai mengalami penurunan yang disebabkan
karena Kertajaya mengurangi hak dari kaum Brahmana. Keadaan tersebut
lalu ditentang kaum Brahmana dan kedudukan mereka semakin tidak aman
lalu banyak dari mereka yang lari dan minta pertolongan pada Tumapel
yang pada saat itu diperintah Ken Arok. Raja Kertajaya lalu menyiapkan
pasukan untuk menyerang Tumapel, sedangkan Ken Arok memberikan dukungan
untuk kaum Brahmana dalam melakukan serangan ke Kerajaan kediri dan
kedua pasukan tersebut bertemu di dekat Ganter tahun 1222 Masehi.
Berikut
ini adalah nama raja raja saat Daha ada di bawah Singasari, kerajaan
Panjalu runtuh pada tahun 1222 kemudian menjadi bawahan Singasari dan
nama raja raja tersebut diketahui dari Prasasti Mula Malurung.
- Mahisa Wunga Telang: Putra dari Ken Arok
- Guningbhaya: Adik Mahisa Wunga Teleng
- Tohjaya: Kakak dari Guningbhaya
- Kertanagara: Cucu Mahisa Wunga Teleng [pihak ibu] dan menjadi raja Singasari
- Jayakatwang: Keturunan Kertajaya yang merupakan Bupati Gelang Gelang dimana pada tahun 1292 melakukan pemberontakan sehingga runtuh Kerajaan Singasari dan ia membangun Kerajaan Kediri namun tahun 1293 dikalahkan Raden Wijaya pendiri Majapahit.
Lencana Kerajaan Kediri
Setiap
Kerajaan di Nusantara mempunyai lencana yang menunjukkan lambang
kekuasaan dan di masa Kerajaan Kediri, masing-masing raja mempunyai
lencana yang berbeda dengan arti serta pesan dari jati diri penguasa
tersebut. Ada 7 buah lencana yang bisa di deteksi dan setiap lencana
mewakilkan kekuasaan raja.
1. Lencana pertama Garudmukhalancana
Dengan
gambar burung garuda, dimana sebelum NKRI memakai lambang garuda, Raja
Airlangga yang merupakan pendiri dari Kerajaan Kediri Panjalu sudah
memakai garuda sebagai lambang lecananya. Setiap prasasti dai Airlangga
selalu dibubuhkan stempel Garudmukhalancana tersebut di bagian salah
satu mulut Gua Selomangleng Kediri dan sampai sekarang relief tersebut
masih bisa dilihat.
2. Lencana kedua Bamecwaralancana
Dengan
lambang tengkorak mengigit bulan sabit yang dipakai sebagai lencana Cri
Maharaja Cri Bamecwara Sakalabuanatustijarana Sarwwaniwaryyawiryya
Parakrama Digjayotunggadewa.
3. Lencana ketiga Jayabhayalancana
Dengan
tanda satu avatara Dewa Wisnu yakni Narasinghavatara berwujud manusia
kepala singa yang sedang mencabik perut Hiranyakasipu [Raja Raksasa].
Pada lencana tersebut terdapat tulisan Panjalu Jayati yang saat ini
bentuknya sudah sulit untuk dikenali dan di simpan di Museum Nasional
Jakarta.
4. Lencana keempat Sarwwecwaralancana
Digunakan
oleh Cri Maharaja Rakai Sirikan Cri Sarwwecwara Janarddhanawatara
Wijayagrajasama Singhanadaniwaryyawiryya Parakrama
Digjayatungga-dewanama. Jika dilihat, pada lencana tersebut seperti 9
buah sayap dan pada bagian ujung ada lingkaran berjambul yang
dikelilingi 3 lingkaran bergaris.
5. Lencana kelima Aryyecwaralancana
Dengan
lambang Ganesha yang dipakai Cri Maharaja Rakai Hino Cri Aryyecwara
Madhusudanawatarijaya Mukha, Sakalanhuana tustikarana niwaryya
Parakramotunggadewanama.
6. Lencana keenam Kamecwaralancana
Dengan
gambar kerang bersayap dan dipakai oleh Cri Maharaja Cri Kamecwara
Triwikramawatara Aniwaryyawirya Parakrama Digjayotunggadewanama.
7. Lencana ketujuh Crnggalancana
Dipakai
oleh Cri Maharaja Cri Carwwecwara Triwikamawatara Nindita
Cringgalancana Digjayotunggadewa atau Kertajaya yang merupakan raja
terakhir Kerajaan Panjalu.
Kehidupan Beragama Masyarakat Kediri
Corak
kehidupan beragama pada masa Kerajaan Kediri yang terlihat dari
peninggalan arkeologi seperti Candi Gurah serta Candi Tondo Wongso
memperlihatkan latar belakang keagaamaan Hindu terutama Siwa. Sedangkan
petirtaan Kepung juga kemungkinan besar memiliki sifat Hindu sebab tidak
terlihat unsur Budhisme pada beberapa bangunan peninggalan sejarah
tersebut. Pada beberapa prasasti disebutkan jika nama Abhiseka raja
memiliki arti penjelmaan Wisnu. Akan tetapi ini tidak bisa secara
langsung digunakan untuk membuktikan jika Wisnuisme memang berkembang
pada masa tersebut, karena landasan filosofis yang terkenal di Jawa pada
masa tersebut beranggapan jika Raja Saa serta Dewa Wisnu merupakan
pelindung rakyat, Kerajaan atau dunia. Jika dilihat secara luas, agama
Hindu terutama pemujaan Siwa sangat mendominasi perkembangan agama pada
masa Kerajaan Kediri dan ini bisa terlihat dari beberapa penemuan
prasasti, arca dan juga karya sastra Jawa kuno.
Masa Keruntuhan Kerajaan Kediri
Kerajaan
Kediri atau yang disebut juga sebagai Kerajaan Panjalu mulai mengalami
kemunduran pada masa pemerintahan Kertajaya dengan sebutannya yaitu
Dandang Gendis.Hal tersebut juga telah dikisahkan di dalam ”Pararaton” dan ”Nagarakretagama”.Di
tahun 1222, Kertajaya mengalami perselisihan dengan kaum brahmana.
Sebab, hak-hak dari kaum brahmana ditiadakan, sehingga membuat
keberadaan kaum brahmana menjadi tidak aman.Kemudian, kaum
brahmana banyak yang melarikan diri dan meminta bantuan kepada Tumapel
yang pada waktu itu diperintahkan oleh Ken Arok.
Hal tersebut diketahui oleh Kertajaya, sehingga ia mengirim pasukannya untuk melakukan penyerangan kepada Tumapel.Sedangakn,
Tumapel pada saat itu mendapatkan dukungan penuh dari kaum brahmana
untuk melakukan serangan balik ke Kerajaan Kediri.Kemudian, kedua
pasukan kerajaan tersebut bertemu di ekat Genter , sekitar Malang pada
tahun 1222 M. Dan perlawanan dimenangkan oleh pihak Ken Arok. Namun,
Raja Kertajaya berhasil meloloskan diri.Dengan demikianlah, akhir
dari kekuasaan Kerajaan Kediri. Dan pada akhirnya Kerajaan Kediri
menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Tumapel. Kemudian berdirilah Kerajaan
Singasari dengan Ken Arok sebagai raja pertamanya.
Sumber Sejarah Kerajaan Kediri
Sumber
sejarah kerajaan Kediri bisa kita telusuri dari berbagai prasasti dan
juga berita asing yang dapat kita jumpai hingga sekarang, diantaranya
sebagai berikut:
- Prasasti Banjaran bertuliskan angka tahun 1052 M yang menceritakan kemenangan Panjalu atas Jenggala.
- Prasasti Hantang bertuliskan angka tahun 1052 M yang menceritakan Panjalu pada masa Jayabaya.
- Prasasti Sirah Keting (1104 M), berisi cerita mengenai pemberian hadiah tanah kepada rakyat desa oleh raja Jayawarsa.
- Prasasti lain yang ditemukan di Tulungagung dan Kertosono berisi masalah keagamaan, yang dikeluarkan oleh raja Bameswara.
- Prasasti Ngantang (1135M), menceritakan raja Jayabaya telah memberikan hadiah kepada rakyat desa Ngantang sebidang tanah yang bebas pajak.
- Prasasti Jaring (1181M), dikeluarkan oelh raja Gandra yang menceritakan sejumlah nama pejabat dengan penggunaan nama hewan seperi Kebo Waruga dan Tikus Jinada.
- Prasasti Kamulan (1194M) , menceritakan waktu pemerintahan Kertajaya yang berhasil mengalahkan musuh yang telah memusuhi istana Katang-Katang.
- Candi Penataran: Candi ini merupakan candi termegah dan terluas yang ada di Jawa Timur dan berada di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar, pada ketinggian 450 meter dpl. Di perkirakan, candi ini telah dibangun pada masa pemerintahan Raja Srengga sekitar tahun 1200 M dan berlanjut hingga masa pemerintahan Wikramawardhana yang merupakan raja dari Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415.
- Candi Gurah : Candi Gurah berada di kecamatan di Kediri, Jawa Timur. Di tahun 1957 juga pernah ditemukan sebuah candi yang dinamakan Candi Gurah yang jaraknya kurang lebih 2 km dari Situs Tondowongso. Namun sayang, akibat kekurangan dana, candi tersebut dikubur kembali.
- Candi Tondowongso: merupakan situs purbakala yang telah ditemukan pada awal tahun 2007 di Dusun Tondowongso, Kediri, Jawa Timur. Situs ini memiliki luas lebih dari satu hektare dan dianggap sebagai penemuan terbesar untuk periode klasik sejarah Indonesia dalam 30 tahun terakhir (semenjak penemuan di Kompleks Percandian Batujaya). Dan pada kenyataannya di tahun 1957, seorang profesor yang bernama Prof.Soekmono juga pernah menemukan satu arca dilokasi ini. Awal penemuan situs ini dari penemuan sejumlah arca oleh sejumlah perajin batu bata setempat. Situs ini dipercayai merupakan peninggalan masa Kerajaan Kediri pada awal abad XI, waktu awal perpindahan pusat politik dari kawasan Jawa Tengah ke Jawa Timur berdasarkan bentuk dan gaya tatanan arcanya. Selama ini, Kerajaan Kediri hanya dikenal beradasarkan karya sastranya saja, namun belum banyak diketahui peninggalannya baik dalam bentuk bangunan atau hasil pahatan.
- Arca Buddha Vajrasattva: Arca Buddha Vajrasattva berasa dari zaman Kerajaan Kediri pada abad X/XI. Serta sekarang menjadi Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.
- Prasasti Galunggung: Prasasti Galunggung mempunyai tinggi sekitar 160 cm, dengan lebar atas 80 cm, dan lebar bawah sepanjang 75 cm. Prasasti ini berada di Rejotangan, Tulungagung. Prasasti ini dikelilingi oleh tulisan yang menggunakan huruf Jawa kuno dengan penulisan yang sangat rapi. Jumlah total tulisan terdapat 20 baris yang masih dapat dilihat dengan jelas. Sementara di sisi lain prasasti, beberapa bagian hurufnya telah hilang lantaran rusak dimakan oleh usia. Di sisi depan, terdapat sebuah lambang dengan bentuk lingkaran. Di tengah lingkaran tersebut terdapat gambar persegi panjang dengan beberapa logo. Tertulis juga angka 1123 C di salah satu bagian prasasti.
- Candi Tuban: Di temuakan pada tahun 1967, saat gelombang tragedi 1965 yang melanda Tulungagung. Aksi Ikonoklastik, yakni aksi menghancurkan ikon-ikon kebudayaan serta benda yang dianggap berhala terjadi. Candi Mirigambar luput dari pengrusakan sebaba terdapat petinggi desa yang melarang untuk merusak candi ini serta kawasan candi yang dianggap angker.Massa pun beralih menuju Candi Tuban, penamaan candi letaknya yang ada di Dukuh Tuban, Desa Domasan, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Candi ini berada di sekitar 500 meter dari lokasi Candi Mirigambar. Namun, Candi Tuban hanya tersisa kaki candinya saja. Seusai dirusak, candi ini kemudian dipendam dan saat ini pada bagian atas candi telah berdiri kandang kambing, ayam dan bebek. Menurut pendapat dari Pak Suyoto, jika warga setempat mau menggalinya, maka kira-kira setengah hingga satu meter dari dalam tanah, pondasi Candi Tuban bisa terungkap dan relatif masih utuh. Pengrusakan atas Candi Tuban juga didasarkan pada legenda bahwa Candi Tuban yang mengisahkan tokoh laki-laki bernama Aryo Damar, yang di dalam legenda Angling Dharma meneybutkan jika tokoh tersebut dihancurkan, maka dapat dianggap sebagai sebuah kemenangan.
- Prasasti Panumbangan: Di tanggal 2 Agustus tahun 1120 Maharaja Bameswara membuat prasasti Panumbangan mengenai permohonan penduduk dari desa Panumbangan supaya piagam mereka yang tertulis di atas daun lontar kemudian ditulis kembali di atas batu. Prasasti itu berisi mengenai penetapan desa Panumbangan sebagai sima swatantra pada raja sebelumnya yang telah dimakamkan di Gajapada. Raja sebelumnya yang disebutkan dalam prasasti ini diyakini adalah Sri Jayawarsa.
- Prasasti Talan: Prasasti Talan atau juga disebut Prasasti Munggut berada di Dusun Gurit, Kabupaten Blitar. Prasasti ini bertulisakan angka tahun 1058 Saka atau tahun 1136 Masehi. Cap prasasti ini merupakan bentuk dari Garudhamukalancanadi sisi atas prasasti dalam badan manusia dengan bentuk kepala seperti burung garuda serta bersayap. Isi prasasti ini bersamaan dengan anugerah sima kepada Desa Talan yang juga termasuk ke dalam wilayah Panumbangan memperlihatkan sebuah prasasti di atas daun lontar dengan cap kerajaan Garudamukha yang sudah mereka dapatkan dari Bhatara Guru di tahun 961 Saka tepatnya pada tanggal 27 Januari 1040 Masehi serta menetapkan daerah Desa Talan sebagai sima yang bebas dari kewajiban iuran pajak sehingga mereka memohon supaya prasasti tersebut dapat dipindahkan diatas batu dengan cap kerajaan Narasingha. Raja Jayabaya kemudian mengabulkan permintaan rakyat Talan sebab kesetiaannya terhadap raja serta menambah anugerah berupa berbagai hak istimewa.
Peninggalan Kitab Kerajaan Kediri
Seperti
yang kita ketahui, Pada masa Kerajaan Kediri berlangusng, perkembangan
karya sastra sangatlah pesat, sehingga terdapat banyak sekali karya
sastra yang dihasilkan. Karya sastra peninggalan Kerajaan Kediri
diantaranya sebagai berikut:
- Kitab Wertasancaya karangan dari Empu Tan Akung yang berisi mengani petunjuk mengenai cara pembuatan syair yang baik.
- Kitab Smaradhahana merupakan gubahan oleh Empu Dharmaja yang berisi pujian untuk raja sebagai titisan Dewa Kama. Kitab ini juga menjelaskan mengenai nama ibu kota kerajaannya ialah Dahana.
- Kitab Lubdaka merupakan karangan Empu Tan Akung yang berisi mengenai kisah Lubdaka sebagai seorang pemburu yang semestinya masuk neraka. Sebab pemujaannya yang istimewa, ia kemudian ditolong oleh dewa serta rohnya diangkat ke surga.
- Kitab Kresnayana merupakan karangan dari Empu Triguna yang berisi mengenai riwayat Kresna sebagai anak nakal, namun ia dikasihi semua orang sebab kerap menolong dan juga memiliki kesaktian.
- Kitab Samanasantaka merupakan karangan dari Empu Monaguna yang menceritakan Bidadari Harini yang terkenal kepada Begawan Trenawindu.
- Kitab Baharatayuda meruapakan gubahan dari Empu Sedah dan juga Empu Panuluh.
- Kitab Gatotkacasraya dan Kitab Hariwangsa yang merupakan gubahan dari Empu Panuluh.
Baca Juga: Munculnya Nasionalisme Asia dan Munculnya Pergerakan Nasional Indonesia
Penelusuran yang terkait dengan Kerajaan Kediri
- peninggalan kerajaan kediri
- masa kejayaan kerajaan kediri
- makalah kerajaan kediri
- sumber sejarah kerajaan kediri
- kehidupan politik kerajaan kediri
- silsilah kerajaan kediri
- berdirinya kerajaan kediri
- prasasti kerajaan kediri
Daftar Pustaka:
- Ari Listiyani, Dwi. 2009. Sejarah untuk kelas X. Jakarta. Erlangga. J.Sumardianta. 2007. Sejarah untuk SMA/MA kelas X. Jakarta. Erlangga
Post a Comment for "Kerajaan Kediri Meliputi Awal Masa Kerajaan Kediri, Raja Raja Kerajaan Kediri dan Peningalan - Pelinggalanya Seacara Lengkap"