Pengertian Hadits, Kedudukan Hadits, Fungsi Hadits dan Jenis-jenis Hadits
PENGERTIAN, KEDUDUKAN DAN FUNGSI HADITS |
PENGERTIAN HADITS
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam.Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.
Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa'i, dan Imam Ibnu Majah.
Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam.Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas, dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.
Ada banyak ulama periwayat hadits, namun yang sering dijadikan referensi hadits-haditsnya ada tujuh ulama, yakni Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Ahmad, Imam Nasa'i, dan Imam Ibnu Majah.
Pengertian Hadis Menurut Para Ahli
- Sunnah/hadits menurut istilah muhadditsin (ahli-ahli hadits) ialah segala yang dinukilkan dari nabi SAW. baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir, pengajaran, sifat, perilaku, perjalanan hidup nabi SAW. sebelum dan sesudah dianggak menjadi rasul, maupun sesudahnya. Sebagian besar Muhadditsin menegaskan, bahwa sunnah dalam arti ini, menjadi muradif bagi kata hadits.
- As-Sunnah menurut Istilah syara’ adalah: sesuatu yang datang dari Rasullah SAW., baik berupa perkataan, perbuatan, ataupun pengakuan (taqrir)
- Hadits menurut Ahli Hadits di antara Al-Hafidzh dalam Syarh al Bukhary dan Al-Hafizh dari Shakhawy ialah “segala ucapan, perbuatan dan keadaan Nabi SAW. Termasuk dalam “keadaan beliau” segala yang diriwayatkan dalam kita sejarah, seperti kelhiran, tempatnya dan bersangkut paut dengan itu, baik sebelum dibangkit sebagai rasul maupun sesudahnya.
Dalam kedudukannya sebagai penjelas, hadits kadang-kadang memperluas
hukum dalam Al-Qur’an atau menetapkan sendiri hukum di luar apa yang
ditentukan Allah dalam Al-Quran.
Kedudukan Hadits sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang
menjelaskan hukum Al-Quran, tidak diragukan lagi dan dapat di terima
oleh semua pihak, karena memang untuk itulah Nabi di tugaskan Allah SWT.
Namun dalam kedudukan hadits sebagai dalil yang berdiri sendiri dan
sebagai sumber kedua setelah Al-Quran, menjadi bahan perbincangan
dikalangan ulama. Perbincangan ini muncul di sebabkan oleh keterangan
Allah sendiri yang menjelaskan bahwa Al-Quran atau ajaran Islam itu
telah sempurna. Oleh karenanya tidak perlu lagi ditambah oleh sumber
lain.
Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber
atau dalil kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati
serta mengikat untuk semua umat Islam. Jumhur ulama mengemukakan
alasannya dengan beberapa dalil, di antaranya :
- Banyak ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat mentaati Rasul. Ketaatan kepada rasull sering dirangkaikan dengan keharusan mentaati Allah ; seperti yang tersebut dalam surat An-Nisa : 59 :
artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),
Bahkan dalam tempat lain Al-Quran mengatakan bahwa oang yang mentaati
Rasul berarti mentaati Allah, sebagaimana tersebut dalam surat An-Nisa :
80:
Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah
mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka
Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.
Yang dimaksud dengan mentaati Rasul dalam ayat-ayat tersebut adalah
mengikuti apa-apa yang dilakukan atau dilakukan oleh Rasul sebagaimana
tercakup dalam Sunnahnya.
Dari ayat diatas jelaslah bahwa Hadits itu adalah juga wahyu. Bla
wahyu mempunyai kekuatan sebagai dalil hukum, maka hadits pun mempunyai
kekuatan hukum untuk dipatuhi. Kekuatan hadits sebagai sumber hukum
ditentukan oleh dua segi: pertama, dari segi kebenaran materinya dan keduadari
segi kekuatan penunjukannya terhadap hukum. Dari segi kebenaran
materinya kekuatan hadits mengikuti kebenaran pemberitaannya yang
terdiri dari tiga tingkat, yaitu: mutawatir, masyhur, danahad sebagaimana dijelaskan diatas.
Khabar mutawatir ditinjau dari segi kuantitas sahabat yang
meiwayatkannya dari Nabi dan juga kuantitas yang meriwayatkannya dari
sahabat dan seterusnya adalah qath i dalam arti diyakini
kebenarannya bahwa hadits itu benar dari Nabi. Meskipun jumlah hadits
mutawatir ini tidak banyak namun mempunyai kekuatan sebagai dalil
sebagaimana kekuatan Al-Qur’an. Khabar mutawatir mempunyai kekuatan
tertinggi di dalam periwayatan dan menghasilkan kebenaran tentang apa
yang diberitakan secara mutawatir sebagaima kebenaran yang muncul dari
hasil pengamatan. Para ulama sepakat mengatakan bahwa khabar mutawatir
menghasilkan ilmu yakin meskipun mereka berbeda pendapat dalam menetapkan cara sampai kepada ilmu yakin itu secara tanpa memerlukan pembuktian atau memerlukan pembuktian kebenarannya. Untuk sampainya khabar mutawatir itu kepada ilmu yakin harus
terpenuhi syarat-syarat tertentu. Di antaranya syarat-syarat itu
disepakati oleh ulama dan syarat lainnya diperselisihkan. Syarat-syarat
yang disepakati ada yang menyangkut pembawa berita.
Klasifikasi Hadits / Jenis - Jenis Hadits
Hadis dapat diklasifikasikan menurut beberapa kriteria awal akhir rantai penularan, integritas rantai rantai penularan, jumlah penutur (rawi) serta tingkat keaslian hadits (hadits diterima atau tidak bersangkutan).
Hadis dapat diklasifikasikan menurut beberapa kriteria awal akhir rantai penularan, integritas rantai rantai penularan, jumlah penutur (rawi) serta tingkat keaslian hadits (hadits diterima atau tidak bersangkutan).
Berdasarkan Ujung Sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni marfu’ (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqthu’:
- Hadits marfu’ adalah hadits yang sanadnya dipimpin langsung kepada Nabi Muhammad (contoh: hadits di atas)
- Hadits Mauquf adalah hadits yang sahabat Nabi sanadnya terhenti tanpa tanda-tanda baik kata-kata atau perbuatan yang menunjukkan tingkat marfu ‘. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara’id (warisan hukum) mengatakan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: “Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah”.Pernyataan dalam contoh tidak jelas, apakah berasal dari sahabat Nabi atau hanya pendapat. Namun, jika teman-teman menggunakan frase seperti “Kami diperintahkan ..”, “Kami tidak diperbolehkan untuk …”, “Kami terbiasa … jika itu dengan Nabi,” Hadis tingkat tidak lagi setara untuk mauquf tapi marfu ‘.
- Hadis Maqthu adalah hadits yang sanadnya menyebabkan tabi’in (pengganti) atau sebawahnya. Contohnya adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan validitas bahwa Ibnu Sirin mengatakan: “Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, jadi hati-hati di mana Anda mengambil agamamu”.
Keaslian hadits yang terbagi dalam kelompok-kelompok ini tergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad atau speaker. Namun, klasifikasi ini masih sangat penting untuk diingat klasifikasi ini untuk membedakan kata-kata dan tindakan teman-teman perkataan Nabi Muhammad dan tabi’in mana sangat membantu dalam bidang konstruksi di fiqh (Suhaib Hasan, Hadis Ilmu).
Berdasarkan Keutuhan Rantai/ Lapisan Sanad
Klasifikasi ini didasarkan pada hadits ini dibagi menjadi beberapa kategori yaitu Musnad, Mursal, munqathi ‘, Mu’allaqa, Mu’dlal dan Mudallas. Keutuhan berarti rantai sanad adalah setiap speaker di semua tingkatan adalah mungkin dalam waktu dan kondisi untuk mendengar dari speaker di atasnya.
Ilustrasi sanad: Pencatat hadits > Penutur 5> Penutur 4> Penutur 3 (tabi’ut tabi’in) > Penutur 2 (tabi’in) > Penutur 1 (para shahabi) > Rasulullah
- Hadits Musnad Sebuah hadis yang relatif Musnad jika urutan hadits dimiliki sanad tidak terganggu di bagian-bagian tertentu. Urutan speaker memungkinkan pengiriman hadits berdasarkan waktu dan kondisi, perawi yang diyakini telah bertemu dan menyampaikan hadits. Hadits ini juga disebut muttashilus sanad atau maushul.
- Hadits Mursal ketika speaker 1 tidak ditemukan atau dengan kata lain tabi’in langsung atribut kepada Nabi Muhammad (contoh: tabi’in (speaker 2) mengatakan “Rasulullah berkata …” teman tidak jelas yang mengatakan kepadanya).
- Hadits Munqathi’ ketika sanad pecah di salah satu pembicara, atau dua speaker yang tidak berturut-turut, selain Shahabi.
- Hadits Mu’dlal ketika sanad terputus berturut-turut pada dua generasi.
- Hadits Mu’allaq ketika sanad terputus speaker speaker 5-1, alias tidak ada sanadnya. Contoh: “Sebuah hadits mengatakan registrar, telah mencapai bahwa Nabi berkata ….” tidak ada rantai yang jelas tentang penghubung antara Rosulullah.
- Hadits Mudallas ketika salah satu rawimengatakan “..si A mengatakan ..” atau “Ini hadits A ..” tanpa kejelasan “..kepada saya ..”; yang tidak secara tegas menunjukkan bahwa tradisi itu disampaikan kepadanya secara langsung. Ini bisa menjadi di antara mereka dengan rawi tidak ada narator lain tidak diketahui, yang tidak disebutkan dalam sanad tersebut.Hadits ini juga disebut cacat tersembunyi karena hadits yang diriwayatkan melalui rantai penularan yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacat, padahal sebenarnya ada, atau kelemahan sanadnya hadits ditutup-tutupi.
Berdasarkan Tingkat Keaslian Hadits
Berdasarkan tingkat keasliannya, hadits dapat dibagi menjadi 4 macam hadits, yaitu :
- Hadits Sahih – Merupakan hadits yang sanadnya bersambung, paling diakui tingkat keasliannya dan paling banyak diterima oleh kelompok ulamah.
- Hadits Hasan – Merupakan hadits yang sanadnya bersambung, namun diriwayatkan oleh rawi yang tidak sempurna ingatannya.
- Hadits Dhaif – Merupakan hadits yang sanadnya tidak bersambung atau pun diriwayatkan oleh rawi yang tidak kuat ingatannya / tidak adil.
- Hadits Maudlu’ – Merupakan hadits yang dicurigai palsu atau pun karangan manusia
Dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar
ayat-ayat hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang
secara amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits.
Dengan demikian fungsi hadits yang utama adalah untuk menjelaskan
Al-Qur’an. Hal ini telah sesuai dengan penjelasan Allah dalam surat
An-Nahl :64
Artinya: Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini,
melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan itu.
Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum fiqh, maka Hadits disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya sebagai bayani dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, ia menjalankan fungsi senagai berikut :
- Menguatkan dan mengaskan hukum-hukumyang tersebut dalam Al-Qur’an atau disebut fungsi ta’kid dan taqrir. Dalam bentuk ini Hadits hanya seperti mengulangi apa-apa yang tersebut dalam Al-Qur’an. Umpanya Firman Allah dalam surat Al-Baqarah :110 yang artinya :
“ Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat “ ayat itu dikuatkan oleh sabda Nabi yang artinya :
“ Islam itu didirikan dengan lima pondasi : kesaksian bahwa tidak
ada tuhan selain Allah dan muhammad adalah Rasulullah, mendirikan
shalat, menunaikan zakat.
- Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an dalam hal :
- Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an
- Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secari garis besar.
- Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum
- Memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam Al-Qur’an
Contoh menjelaskan arti kata dalam Al-Qur’an umpamanya kata shalat
yang masih samar artinya, karena dapat saja shalat itu berarti do’a
sebagaimana yang biasa dipahami secara umum waktu itu. Kemudian Nabi
melakukan serangkaian perbuatan, yang terdiri dari ucapan dan pebuatan
secara jelas yang dimulai dari takbiratul ihram dan berakhir dengan salam. Sesudah itu Nabi bersabda :inilah shalat itu, kerjakanlah shalat sebagimana kamu melihat saya mengerjakan shalat.
- Menetapkan suatu hukum dalam hadits yang secara jelas tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Dengan demikian kelihatan bahwa Hadits menetapkan sendiri hukumyang tidak ditetapkan dalam Al-Qur’an. Fungsi hadits dalam bentuk ini disebut itsbat. Sebenarnya bila diperhatikan dengan teliti akan jelas bahwa apa yang ditetapkan hadits itu pada hakikatnya adalah penjelasan terhadap apa yang disinggung Al-Qur’an atau memperluas apa yang disebutkan Al-Qur’an secara terbatas. Umpamanya Allah SWT mengharamkan memakan bangkai, darah, dan daging babi. Larangan Nabi ini menurut lahirnya dapat dikatakan sebagai hhukum baru yang ditetapkan oleh Nabi, karena memang apa yang diharamkan Nabi ini secara jelas tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Tetapi kalau dipahami lebih lanjut larangan Nabi itu hanyalah sebagai penjelasan terhadap larangan Al-Qur’anlah memakan sesuatu yang kotor.
Tokoh Populer Hadits
1. Shahih Bukhari
Tokoh pertama yang akan dibahas adalah Shahih Bukhari yang menyusun
hadits hadits sejak tahun 194 hingga 256 hijriah. Dalam buku seorang
Shahih Al Bukhari, tedapat 7275 hadits termasuk beberapa hadits yang
berulang.
Untuk hadits yang tanpa adanya pengulangan, jika dihitung berjumlah
4000 hadits. Terdapat beberapa ulama yang menyatakan bahwa hanya sedikit
dari buku tersebut yang tidak dimuat dalam hadits yang mereka tulis
kembali. Meskipun begitu, pendapat yang paling benar adalah banyak dari
hadits shahih lainnya yang dilewatkan oleh beberapa ulama yang menulis
ulang hadits shahih tersebut.
2. Shahih Muslim
Tokoh kedua adalah shahih Muslim yang dikodifikasikan sejak tahun 204
sampai 262 hijriah. Dalam riwayat seorang ahmad bin Salamah, beliau
berkata aku telah banyak menulis bersama dengan Shahih Muslim untuk
menyusun kitab shahinya dalam kurun waktu 15 tahun. Kitab tersebut
berisikan 12000 hadits. Menurut Ibnu Salah, beliau menyebutkan bahwa
jumlah hadits shahih muslim hanyalah sebanyak 4000 hadits saja.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat diperoleh kesimpulan bahwa
dalam menghitung jumlah hadits yang dimasukkan oleh para ulama
digunakan penyebutan secara berulang ataupun penyebutan hadits secara
tak berulang.
Shahih Muslim mengatakan bahwa, tidak setiap hadits yang ditulisnya
adalah berdasarkan pendapatnya sendiri, ia hanya mencantumkan hadits
yang telah banyak disepakati oleh para ulama hadits. Bahkan shahih
muslim pernah berkata bahwa beliau sangat gembira atas semua karunia
dari Allah SWT yang telah diterimanya.
Penelusuran yang terkait dengan Pengertian Hadits
- pengertian hadits menurut para ahli
- pengertian hadits menurut bahasa dan istilah
- pengertian hadits nabi
- pengertian hadits dalam bahasa arab
- pengertian hadits dalam al quran
- pengertian hadits shahih
- pengertian hadits dan bagiannya
- pengertian hadits qudsi
Post a Comment for "Pengertian Hadits, Kedudukan Hadits, Fungsi Hadits dan Jenis-jenis Hadits"