Pengaruh Agama Islam terhadap Dinamika Politik dan Sejarah Negara Filipina
Masjid di Marawi City di Filipina |
Filipina
adalah negara kepulauan dengan 7.107 buah pulau. Penduduknya yang
berjumlah 47 jiwa menggunakan 87 dialek bahasa yang berbeda-beda yang
mencerminkan banyaknya suku dan komunitas etnis. Mayoritas penduduknya
menganut agama katolik. Penduduk yang menganut agama Islam menurut data
resmi pemerintah sekitar 5% atau 2,8 juta jiwa. Dari data non
pemerintah menyebutkan bahwa umat Islam di Filipina sekitar 7 juta jiwa
atau sekitar 10% dari penduduk Filipina.
Sebelum
datangnya Spanyol, secara umum terdapat dua bentuk masyarakat di
kawasan yang kini disebut Filipina. Di sebelah selatan dikenal dengan
komunitas Muslim yang monoteis dan mereka yang animis atau pagan yang
menempati bagian tengah dan utara wilayah itu, ada dua tujuan masuknya
Spanyol pada waktu itu, yaitu motif ekonomi dan motif agama. Motif
agama berarti katolikisasi terhadap masyarakat Filipina. Tetapi Spanyol
hanya sukses menaklukan katolikisasi di bagian tengah dan utara yang
animis atau pagan, sedangkan di selatan mereka tidak berhasil melakukan
katolikisasi terhadap Sulu dan Manguindanao.
Islam merupakan agama monoteisme tertua yang tercatat di Filipina. Islam
mencapai Filipina antara 14 dan abad ke-12 dengan kedatangan pedagang
Muslim dari Teluk Persia dan Pantai Malabar di India Selatan, dan para
pengikutnya dari beberapa kesultanan dan kerajaan dalam Kepulauan Melayu. Menurut Pew Research Center untuk Filipina tahun 2000 mendapati bahwa 11% dari penduduk negara tersebut adalah Muslim.Sementara banyak dari penduduk adalah Katholik Roma, sebagian kelompok etnik adalah Protestan, tidak beragama, Buddha, Animisme dan Hindu.
Sejarah Islam Di Filipina
Pada tahun 1380 Karim ul 'Makhdum, seorang mubaligh Islam pertama dari Arab mencapai Kepulauan Sulu dan Jolo di Filipina dan menyebarkan agama Islam di negara ini. Pada tahun 1390 di Putra Minangkabau Raja Baguinda dan para pengikutnya mengajarkan Islam di pulau-pulau. Syeikh Karimal Makdum Masjid adalah masjid pertama yang didirikan di Filipina di Simunul, Mindanao pada abad ke-14. Perkampungan seterusnya oleh mubaligh Arab bepergian ke Malaysia dan Indonesia membantu menguatkan Islam di Filipina dan penyelesaian masing-masing diperintahkan oleh seorang Datu, Raja dan Sultan. Wilayah-wilayah Islam didirikan di Filipina termasuk Kesultanan Maguindanao, Kesultanan Sulu dan bagian lain dari Filipina Selatan.
Moro (serupa dengan 'Moor') adalah sebutan warisan dari Spanyol, untuk Filipina Muslim dan kelompok-kepompok suku. Orang Moro berusaha untuk mendirikan sebuah wilayah Islam di wilayah Mindanao dan Visayas. Istilah Bangsaamoro adalah kombinasi dari Bahasa Melayu Kuno – Bahasa Spanyol. Kata Moro diwarisi dari al-Andalus di Spanyol. Sejumlah peristiwa yang cukup signifikan seperti pemberontakan Moro terjadi selama Perang Filipina-Amerika tahun 1899. Persengketaan dan pemberontakan terus berlangsung di Filipina mulai dari zaman pra-kolonial sampai sekarang.Islam telah melihat pertumbuhan yang signifikan di Filipina sejak akhir Perang Dunia II. Komunitas-komunitas Filipina Muslim telah membangun masjid baru dan sekolah-sekolah agama pada abad ke-21, dan ziarah haji meningkat.Komunitas Muslim Ahmadiyah di Filipina didirikan pada tahun 1985
Masuk dan berkembangnya Islam di negara Filipina sesuai dengan daerah-daerah penyebaran agama Islam :
1. Sulu
Masuknya Islam ke Filipina melalui Sulu. Dikatakan dalam Salasilah Sulu, orang
yang pertama kali memperkenalkan Islam disana adalah Tuan Masya'ika,
berasal dari Arab Selatan Tuan Masya'ika menikah dengan putri Raja
Sipad, penguasa Sulu pada waktu itu. Meskipun sudah dapat dipastikan
bahwa keluarga itu telah masuk Islam, tetapi tidak ada yang menunjukkan
apakah masyarakatnya sudah memeluk Islam. Islam muncul pada abad
ke-14, karena terdapat kuburan tua seorang muslim yang disebut Paduka
Maqbalu di Bud Dato, Jolo
Menurut Salasilah Sulu terdapat
nama seorang ahli sufi yang datang ke Buansa untuk mengajarkan agama
Islam. Ahli sufi itu dikenal sebagai Syarif Aulia Karim al-Makhdum,
mendarat di pulau Jolo pada tahun 1380 M. kemudian, Makhdum Aminullah,
yang dikenal dengan Sayyid an-Niqab dan Makhdum Abdurrahman. Selain
para makhdum terdapat pula seorang raja yang berasal dari Minagkabau,
Sumatera Barat, yang disebut dengan Raja Baginda. Menurut Tarsila Sulu Raja Baginda sampai di Sulu 10 tahun setelah datangnya Karim al-Makhdum.
2. Manguindanao
Islam
telah disebarkan disini secara meluas pada awal abad ke-16 oleh
seorang keturunan arab melayu, Muhammad Kabungsuan bin Syarif Ali Zain
al-Abidin. Dia sampai di Manguindanao sekitar tahun 1515 M, dengan
mendirikan sebuah pemerintahan di sebuah tempat yang bernama Malabang.
Agama Islam pun terus berkembang di Manguindanao. Para pendakwah dari
Ternate dan Brunei datang ke Manguindanao bukan saja untuk mengislamkan
penduduk yang belum Islam tetapi juga mengajar dan memperdalam
pengetahuan Islam penduduk sana.
Kampong
Iranun di sekitar teluk Illana merupakan masyarakat Manguindanao yang
pertama kali masuk Islam. Dan telah mendapatkan bimbingan dari para
muballig Syarif Kabungsuan. Di samping Syarif Kabungsuan adapula ulama
lain yaitu Syarif Alawi yang berdakwah di Manguindanao.
3. Luzon
Sebelum
Spanyol datang, Islam telah sampai ke pulau Luzon. Namun dakwah disini
belum berhasil. Hanya di kawasan Manila saja yang terdapat pemukiman
dan pemerintahan Islam.
Ibukota Filipina, Amanilah adalah sebuah kota yang diberi nama dari bahasa Arab yaitu Fi Amannillah ( dibawah perlindungan Allah Swt ), setelah dikuasai Spanyol Amanilah diganti nama menjadi Manila. Islam disebarkan di sekitar Manila itu berasal dari Brunei. Salasilah Brunei mengatakan
bahwa Sultan Bulkiah dari Brunei telah merebut Selurong yaitu kawasan
Manila sekarang. Salah seorang kerabat raja Brunei dipilih untuk
memerintah kawasan itu. Akan tetapi, terhambat akibat direbutnya Manila
oleh Spanyol pada tahun 1570. Raja Sulaiman dibunuh oleh tentara
Spanyol yang dipimpin oleh Legazpi di teluk Manila. Keberhasilan
Legazpi ini menjadi awal kolonialisme di Filipina.
Walaupun
Manila merupakan kawasan Islam sebelum direbut oleh Spanyol, namun
diperkirakan belum banyak orang penduduknya yang memeluk agama Islam.
Mereka masih menganut kepercayaan lama animisme. namun Islam tetap
bertahan dengan kuat di kalangan orang-orang Moro di Selatan (Mindanao
dan Sulu).
B. Islam pada masa penjajahan Barat
Dahulu
Islam tersebar di Filipina, hampir mencapai seluruh kepulauannya.
Disana juga telah berdiri pemerintahan Islam, seperti halnya yang
terjadi di Indonesia. Akan tetapi, secara tiba-tiba muncullah arus
pemikiran keagamaan yang dibawa oleh penjajah Spanyol. Pada
tahun 928 H/1521 M, secara mendadak Spanyol menyerbu
kepulauan-kepulauan Filipina. Selama masa yang hampir 4 abad ini, telah
terjadi upaya penjauhan ajaran Islam dari generasi kaum muslimin secara
berturut-turut lewat jalan peperangan yang menghancurkan kaum muslimin
dan memaksa mereka untuk memeluk agama Nasrani dengan ancaman
kekerasan. Sekalipun demikian, mereka tidak juga mampu mengalahkan
pemerintahan-pemerintahan Muslim, sehingga disana masih tersisa
beberapa pemerintahan. Spanyol belum berhasil sepenuhnya menguasai
Filipina ini, khususnya kepulauan Mindanao dan Sulu. Perkembangan Islam
di Filipina terhambat oleh kolonialisme Spanyol. Kolonialisme Spanyol
yang membawa semangat glory, gospel and gold berusaha kuat untuk mengubah agama masyarakat Filipina menjadi pengikut katolik. Serta menerapkan sistem politikdivide and rule (pecah belah dan kuasai), dan mission sacre (misi
suci untuk kristenisasi) terhadap orang Islam. Pada 1578, terjadi
perang antara kaum muslim dengan Spanyol yang juga melibatkan orang
Filipina Utara yang telah menjadi Kristen.
Wilayah
Manguindanao dan Sulu di Filipina selatan tidak pernah ditundukkan
oleh Spanyol, namun dianggap sebagai bagian dari koloninya. Terbukti
dalam Traktat Paris pada tahun 1898 yang mengalihkan kekuasaan Filipina
kepada Amerika Serikat dan selanjutnya Amerika menguasai
Filipina, Amerika Serikat kemudian menguasai kepulauan Filipina pada
tahun 1317 H/1899 M. maka timbullah perlawanan menentangnya dan
berlangsung hingga tahun 1339 H/1920 M. Amerika Serikat mewarisi
kawasan terutama di wilayah utara Filipina yang berpusat di Manila,
Luzon. Sementara wilayah selatan Filipina yang membentang di Kepulauan
Mindanao dan seluruh pulau Sulu yang tidak pernah terjamah oleh usaha
kristenisasi Spanyol, berada dibawah kekuasaan militer Spanyol dengan
cara membangun benteng pertahanan yang kuat di seluruh penjuru hunian
penduduk. Namun, control atas masyarakat sedemikian lemah sehingga
mudah diruntuhkan seiring dengan jatuhnya Teluk Manila oleh Amerika
Serikat. Sungguhpun demikian, Amerika Serikat tidak mengelola daerah
Selatan ini hingga 1902.
Pada
masa pemerintahan kolonialisme Amerika Serikat, masyarakat Islam yang
masih tradisional tidak mau bekerja sama dengan Amerika maupun
masyarakat Filipina lainnya yang katolik. Usaha pembaratan atau
pemodernan administrasi juga gagal pada masyarakat Islam di Selatan.
Amerika lebih mudah bekerja sama dengan mayarakat katolik. Konsentrasi
kebijakan Amerika Serikat memang tidak tertuju pada konversi agama
penduduk, tetapi pada usaha mem-Barat-kan umat Islam sehingga mampu
memerintah dirinya sendiri, setara dengan orang Kristen Filipina.
Amerika Serikat mengirimkan para pejabat sipil Kristen ke kawasan
Islam yang dikuasai oleh penguasa muslim untuk memperkenalkan cara baru
pengelolaan pemerintahan dan merangsang komunitas muslim untuk dapat
bekerja sama dengan proyek negara.
Ketika
Amerika Serikat memberikan kemerdekaan kepada rakyat Filipina pada
tahun 1947, Islam manguindanao dan Sulu itu juga termasuk didalamnya.
Dengan kata lain, kedua wilayah ini menjadi bagian dari negara
Filipina, meskipun diprotes keras oleh pemimpin dan rakyat muslim di
kawasan itu. Sebelum penyerahan kemerdekaan itu, Sultan Sulu
mengirimkan surat kepada Kongres dan Presiden Amerika Serikat bahwa
kepulauan Mindanao khususnya Kesultanan Sulu menolak untuk menjadi
bagian dari negara Filipina yang merdeka. Mereka ingin tetap menjadi
bagian dari negara Amerika Serikat dan tidak ikut bergabung dengan
negara Filipina. Namun protes itu tidak digubris oleh Amerika Serikat
dank arena itu muslim Moro di kepulauan Mindanao tetap menjadi bagian
dari negara Filipina. Penyerahan kedaulatan kesultanan Sulu oleh
Spanyol ke penjajah Amerika Serikat yang dianggap illegal dan surat
permintaan Sultan Sulu kepada Presiden dan Kongres Amerika Serikat
untuk tidak bergabung dengan negara Filipina merdeka, itu menjadi
tonggak sejarah bagi gerakan separatism di kepulauan Mindanao: bahwa
bangsa moro sejak awal tidak bersedia menjadi bagian dari negara
Filipina.
Akibat
berbagai kekecewaan dan sakit hati masyarakat Islam terhadap perlakuan
yang tidak adil sejak masa kolonialisme Spanyol, Amerika, dan
berlanjut pada masa pemerintahan Filipina mendorong munculnya
organisasi-organisasi yang menuntut kemerdekaan bagi wilayah Selatan
Filipina. Lahirnya MIM (Mindanao Independence Movement) dan MNLF (Moro National Liberation Front) adalah
upaya untuk meraih kemerdekaan bagi wilayah masyarakat Muslim. Di
pihak lain, upaya dari penguasa Filipina masa kini juga tidak terlalu
serius untuk memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat Islam
dalam memperoleh kesempatan baik dalam pemerintahan, kemiliteran, dan
pendidikan. Akhirnya tidak tahu sampai kapan persoalan masyarakat
muslim bisa terselesaikan baik oleh pemerintah Filipina maupun para
tokoh muslim di Filipina Selatan.
D. Front Pembela Nasional Moro
Untuk
kasus Filipina, sejarah hubungan antara kaum muslim di Filipina
Selatan atau Moro dan penguasa penjajah Spanyol merupakan sejarah
konfrontasi abadi. Setelah pendudukan militer dari tahun 1899 hingga
1903, provinsi Moro berdiri dari tahun 1903 hingga 1913 sebagai unit
politik dan militer. Dari tahun 1914 hingga tahun 1920, didirikan
wilayah bagian Mindanau dan Sulu. Tak lama kemudian urusan kaum muslim
pun ditangani oleh pemerintah Filipina.
Lepas
dari upaya mengintegrasikan wilayah itu secara administratif dan
memasukkan pendidikan sekuler, organisasi masyarakat muslim Filipina
tetap berdasarkan tradisi. Agama merupakan masalah utama. Pendidikan
Agama Islam tetap memainkan peran penting dalam sosialisasi masyarakat.
Gejala di Filipina pascakolonialisme adalah Kristenisasi dan
Filipinanisasi yang menyebabkan kegelisahan terpendam di kalangan kaum
muslim akan masa depan mereka yang hidup dalam bangsa Filipina. Karena
kedaulatan Republik Filipina yang dipulihkan pada 4 Juli 1946, selain
didasarkan pada Undang-Undang tahun 1935, yang kemudian mengadopsi
model system pemerintahan demokrasi Amerika, juga secara tersembunyi
dicurigai akan menghilangkan kesan masyarakat Islam di kepulauan
Mindanau ini.
Orang-orang
Islam di Filipina ini menamakan diri mereka Moro. Menurut catatan
sejarahnya, istilah Moro merujuk kepada kata "Moor", "Moriscor", atau
"Muslim", yang berasal dari istilah Latin "Mauri" sebuah istilah yang
sering digunakan orang-orang Romawi Kuno untuk menyebut penduduk
wilayah Aljazair Barat dan Maroko. Ketika bangsa Spanyol tiba di
wilayah Filipina dan menemukan sebuah bangsa yang memiliki agama dan
adat istiadat seperti orang-orang "Moor" di Spanyol Andalusia, maka
mereka mulai menyebut orang-orang Islam Filipina dengan istilah "Moro".[16] Namun,
nama ini sebenarnya lebih bersifat politis, karena dalam kenyataannya.
Moro terdiri dari banyak kelompok etno-linguistik, umpamanya Maranao,
Manguindanao, Tausug, Samah, Yakan, Ira Nun, Jamanapun, Badjao,
Kalibugan, Kalagan dan Sangil. Jumlah masyarakat Moro sekitar 4,8 juta
jiwa atau 9% dari seluruh penduduk Filipina. Di Sulu masih terdapat
penduduk mayoritas kepulauan tersebut, yaitu Tawi-Tawi, Zamboanga de
Sur, Manguindanao, Zamboanga de Norte, Northj Corabaco, Sultan Kudarat,
Lanao del Norte, Lanao del Sur, South Cobaco, Palawan dan Basilan.
Moro yang diawali dengan lahirnya MIM "Mindanao Independence Movement" pada tahun 1968 yang diprakarsai oleh Datu Udtog Manulang. Kemudian pada tahun 1971 terbentuklah MNLF "Moro National Liberation Front" yang diketuai oleh Nur Misuari. Mayoritas
orang-orang Moro adalah nelayan dan petani. Orang Moro merasa diri
berbeda dengan orang Filipina. Perbedaan tersebut sesungguhnya bukan
pada faktor etnis, karena jumlah kelompok etnis mendekati 100 di
Filipina tetapi lebih pada faktor sejarah politik, wilayah, agama dan
kondisi sosial ekonomi.
Dilihat
dari ektivitas kerja, orang-orang Islam Moro ada yang bekerja di
sektor pemerintahan sebagai guru, administratur, personil angkatan
bersenjata, pegawai kantor kehakiman dan bahkan ada yang terpilih
sebagai gubernur. Kaum muslim yang mendapatkan pendidikan sekuler
cenderung mudah menyatu dengan negara Filipina. Sebaliknya yang tidak
mau menerima pendidikan sekuler dan hanya mendapatkan pendidikan agama
secara tradisional, biasanya tidak menghendaki integrasi dengan
Filipina, terutama kelompok elite lokal yang mendapat pendidikan di
Timur Tengah. Antara kelompok elite tradisional dan massa terdapat
jurang pemisah yang cukup lebar di kalangan masyarakat Moro.
Identifikasi dan kesadaran etnik yang terjadi karena pembagian
komunitas-komunitas muslim secara geografis, tampaknya sangat kuat.
Namun, meskipun terdapat variasi dan perbedaan itu, terdapat perasaan
persaudaraan keagamaan terutama ketika menghadap persoalan yang sama.
Kendati telah terluka oleh kolonialisme Spanyol dan Amerika, kaum muslim Filipina terus berusaha menghidupkan kebudayaan dan peradaban baru sesuai harapan dan cita-cita mereka. Di negeri yang memiliki 7000 kepulauan dan 100 dialek bertutur ini, kaum muslim Filipina pelan-pelan mengumpulkan kembali sisa-sisa kemajuan Islam dahulu kala. Baik fisik maupun non-fisik.
Pada tingkat fisik, misalnya. Banyak masjid dan madrasah baru didirikan berdasarkan bantuan dari organisasi-organisasi Muslim luar. Bahkan, dewasa ini terdapat 1500 madrasah yang sudah berdiri, tetapi kebanyakan tidak lebih dari tingkat menengah saja. Tidak hanya itu, pemerintah Filipina sendiri memberikan beasiswa untuk para pelajar Moro yang berprestasi. Sementara pemerintah Mesir menawarkan beasiswa bagi orang-orang Moro untuk belajar di Universitas Al-Azhar di Kairo. Untuk meningkatkan mutu pendidikan anak-anak Moro, guru-guru Muslim dari luar negeri pun mulai berdatangan untuk mengajar di wilayah Moro selama beberapa tahun.
Wajar bila orang-orang Moro banyak yang mulai berkarir di pemerintahan Filipina, meskipun baru sebatas diterima pada posisi-posisi puncak Departemen Kehakiman dan Departemen Urusan Luar Negeri saja.
Di lain hal, pada tahun 1977, Undang-Undang Hukum Perdata Muslim Nasional, dengan satu pasal mengenai mufti, disahkan, meskipun tidak semua kantor peradilan dan wilayah syari'at memberlakukan undang-undang tersebut. Selanjutnya pada tahun 1981, sebuah Kementrian Urusan Islam (Office of Muslim Affairs) pertama dibentuk.
Dari kantor inilah diketahui, orang-orang Filipina banyak yang kembali memeluk Islam. Dalam bahasa Tagalog, bahasa Nasional Filipina, mereka disebut kaum 'Balik Islam'.
Kebanyakan mereka tinggal di kepulauan Luzon. Dan berdasarkan data Office of Muslim Affairs itu, 6,599 juta orang lokal komunitas Islam di sana, 200 ribu diantaranya adalah kaum Balik Islam. Bahkan, sejak peristiwa 11 September yang menyerang Amerika Serikat, jumlah tersebut kian meningkat. Banyak orang-orang Balik Islam yang kembali memeluk Islam setelah mengkaji lagi ajaran Islam. Terlebih bagi orang Filipina yang memiliki keterkaitan sejarah yang panjang dengan dunia Islam.
Penelusuran yang terkait dengan islam di filipina
- peninggalan islam di filipina
- perkembangan islam di filipina saat ini
- jelaskan perkembangan agama islam di filipina
- sejarah islam di filipina pdf
- penduduk filipina yang beragama islam umumnya tinggal di daerah
- nama tokoh penyebar islam di filipina
- agama di filipina
- etnis yang menjadi mayoritas penduduk beragama islam di filipina adalah
Post a Comment for "Pengaruh Agama Islam terhadap Dinamika Politik dan Sejarah Negara Filipina "